Sakit itu baik!
Air mulai jatuh dari langit. Tetesannya menepi dan berjalan perlahan di jendela kamar. Langit mendadak mendung, tetesan itu pun berganti dengan derasnya air yang menghujam bumi. Engsel jendela yang sedari dulu sudah bermasalah membuatnya terus bergoyang diterpa angin.
Sudah seharian aku terbaring di atas ranjangku. Ditemani segelas air dan obat penurun panas. Aku tari selimut dari kaki hingga melingkupi tubuhku. Memperkenankan mataku untuk beristirahat lagi, untuk beristirahat, istirahat dari padatnya kehidupan perkuliahan dan organisasi. Aku sakit.
------
Dalam gelap, aku mendengar seseorang berkata kepadaku. Wujudnya tak bisa aku gambarkan dengan jelas, namun yang aku yakin, ia pastilah seorang yang sangat bijak.
Ia memulai perkataannya.
Sejatinya tubuh manusia diciptakan sempurna oleh Sang Pemilik Alam. Bahkan, Tuhan sendirilah yang mengatakan dalam kitab suci bahwa kita diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Setiap individu telah dibekali mekanisme untuk mencegah mereka dari sakit, yaitu sistem imun.
Imun memegang prinsip bahwa sebagai seorang protektor, ia wajib hadir dalam setiap potensi acaman infeksi. Mulai dari virus, bakteri, hingga parasit. Tugasnya sederhana, hanya melawan objek asing yang masuk tubuh melalui bermacam mekanisme. Sistem inilah yang menjaga tubuh kita selalu sehat. Lantas, mengapa kita masih bisa sakit? Apakah imun gagal mempertahankan fungsinya menjaga kekebalan tubuh kita?
Sebagai mahasiswa kedokteran, aku hanya mengiyakan perkataannya. Toh, apa yang aku dapatkan selama modul imunologi dengan apa yang dikatakannya tidak bertentangan. Ia melanjutkan.
Bayangkan saja bahwa diri kita adalah imun. Setiap hari, kita dihadapkan pada tugas bahkan masalah yang tak kunjung selesai. Belum lagi rutinitas yang padat dan tidak diimbangi dengan istirahat yang cukup. Seringkali kita berhasil melewatinya, menemukan solusinya, atau untuk tingkatan yang lebih tinggi yaitu sukses besar. Namun, ada kalanya apa yang kita harapkan justru tidak terjadi. Kondisi inilah yang kita definisikan sebagai gagal.
Begitupun imun. Imun juga bisa gagal. Namun, kegagalan itu hanyalah sementara. Sebenarnya imun sedang belajar memahami kondisi yang dihadapinya dengan cara menganalisis karakteristik benda asing yang harus dilawannya. Bagaimana struktur penyusunnya hingga mekanisme kerjanya. Bisa dikatakan imun sedang beradaptasi, sedang menyesuaikan diri. Jadi imun tidak gagal, tapi hanya butuh waktu untuk kemudian baru menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Tiba-tiba, ia terdiam. Lalu, mengeluarkan sebuah pertanyaan yang menurutku cukup logis. Lantas, sudahkah kita belajar dari imun?
Aku terbangun. Sosok dalam gelapku jelas kini telah menghilang. Aku pandangi langit-langit kamarku yang berwarna putih, kosong. Hatiku mulai merenungkan perkataan seseorang yang hadir dalam gelapku. Tanpa sengaja kedua kelopak mataku mengatup, dan sosok itu hadir kembali!
Belajar untuk memandang setiap persoalan yang dihadapi bukanlah sesuatu yang butuh untuk disesali maupun dikeluhkan. Orang lain mungkin mengatakan kita sedang gagal, padahal sebenarnya yang terjadi adalah kita sedang merefleksikan. Merefleksikan apa yang salah dalam strategi kita selama ini. Jangan-jangan semuanya terjadi karena sikap kita sendiri, gara-gara kurang disiplin dan kurang fokus pada apa yang kita hadapi.
Jadikan kegagalan kali ini bukan sebagai halangan, tapi sebagai pengalaman. Sehingga ketika ada masalah yang sama di masa depan, kita dapat menyelesaikannya dengan lebih cepat. Ingatlah, bahwa pengalaman adalah guru yang paling berharga. Memang benar pengalaman dapat berasal dari orang lain, tapi kali ini kita beruntung. Kita sendirilah yang menjadi saksi dalam pengalaman itu.
Mataku terbuka, dan kamarku kini kembali terang. Tampaknya, hujan lupa pamit ketika aku tadi terlelap. Tangan pun spontan memegang dahi, oh, panas demamku juga sudah turun. Gawaiku bergetar, di layar terlihat notifikasi menumpuk. Teman-teman tahu aku sedang sakit, dan mereka beinisiatif menyelesaikan tugas-tugas organisasiku. Aku pun cukup menuntaskan tugas kuliah saja.
Sepertinya, sakit itu baik!
Tulisan ini sudah pernah ditayangkan di Surat Kabar Media Aesculapius Mei-Juni 2017
Tidak ada komentar:
Berilah komentar yang bijaksana tanpa menyinggung perasaan orang lain.